Home

Selasa, 10 April 2012

Bianglala untuk Lala

Ku pandang langit malam, saat mataku tak bisa terpejam. Bisikan bintang-bintang itupun seakan bisa ku dengar. Langit malam ini tampak meriah berhiaskan lengkungan bulan sabit dan bintang-bintang yang senantiasa mendapinginya. Tapi tidak bagiku….aku merasa sangat kesepian.
Rumah ini sunyi tanpa kedua orang tuaku. Aku adalah seorang gadis yatim piatu yang tak memiliki orang tua lagi. Mereka meninggalkanku disaat aku sangat merindukan mereka dan haus akan kasih sayang mereka. Memang selama ini aku tinggal di Negara yang berbeda dengan mereka. Itu semua aku lakukan untuk mewujudkan harapan orang tuaku untuk melanjutkan sekolah di negeri paman sam di seberang sana. Tetapi tragis, aku harus kembali ke tanah air setelah mendengar kabar duka mengenai kecelakaan pesawat yang menimpa kedua orang tuaku. Itu semua salahku, kecelakaan itu tak akan terjadi jika saja aku tidak egois dan terlalu manja. Aku memaksa mereka untuk mengunjungiku di negeri yang kini di perintah oleh seorang presiden berkulit hitam, awalnya mereka menolak tetapi setelah bujuk rayu dariku merekapun luluh juga.
Hidupku kini terasa hampa, pikiranku kosong, dan tak ada niatan sedikitpun untuk kembali ke Amerika sana. Padahal aku mesti melanjutkan pendidikan itu yang merupakan pesan terakhir kedua orang tuaku. Aku tak bermaksud untuk tak melaksanakan pesan terakhir mereka, tapi aku belum siap untuk menjalani kehidupan selayaknya setelah kepergian kedua orangtuaku. Aku masih ingin disini, menangkan pikiranku, walaupun aku pergi itupun akan sia-sia karena aku masih dihantui perasaan bersalah atas kematian kedua orang tuaku.
***
Gemerlapnya lampu diskotik, harumnya aroma anggur sejenak membuatku melupakan semua beban dalam hidupku. Aku hanyut dalam kerasnya music disko dan berdansa ria bersama beberapa pengunjung hiburan malam.
Beberapa gelas anggur membuatku setengah mabuk dan mampu membuatku sedikit pusing. Sebenarnya, dengan keadaanku yang setengah mabuk ini tidak baik untuk mengendarai mobil tetapi aku tetap memaksakan diri untuk kembali pulang karena aku ingin segera menikmati empuknya ranjangku setelah didera pusing yang berkepanjangan.
Hal itu pun berakibat fatal, tidak hanya bagiku tetapi juga bagi seorang gadis kecil tak bersalah bernama Lala. Aku mengendarai mobil pribadiku dengan kecepatan yang cukup tinggi dengan keadaan setengah sadar. Mobil BMW merahku menabrak seorang gadis yang hendak menyebrangi jalan hingga membuatnya terkapar tak sadarkan diri dan bersimbahkan darah. Keadaan ini mengingatkanku akan kejadian kecelakaan tragis yang menimpa kedua orang tuaku. Seketika itu aku sadar dan tak kuasa menahan tangisku, ku angkat gadis itu dan berharap aku dapat menyelamatkan nyawanya karena jika tidak aku akan memikul beban yang lebih berat lagi.
***
Kecelakaan karena kecerobohanku merenggut penglihatan seorang bidadari cantik yang tak bersalah itu. Dia harus menanggung derita karena aku. Dia pun tak dapat melanjutkan sekolahnya karena penglihatannya yang tak lagi seperti dulu bukan hanya itu dia juga tidak bisa membantu ibunya untuk menjajakan pisang goreng di pasar setiap pagi hari.
Aku sungguh merasa bersalah dan juga telah meminta maaf kepada Ibunya. Aku sadar, kata maaf tak cukup mengobati kedua mata gadis itu. Segala macam cara telah kutempuh agar gadis itu dapat meraih penglihatannya lagi, tapi semua sia-sia. Seorang dokter berkata “Lala bisa melihat lagi jika ada seorang yang rela mendonorkan retina matanya untuk Lala”. Sungguh kenyataan yang tidak ku harapkan.
“Kak Dara…Kakak suka lihat pelangi gak?” suara gadis kecilku itu membuyarkan lamunanku.
“Pelangi??” jawabku singkat karena selama ini aku tidak terlalu memperhatikan lukisan Tuhahn yang indah itu.
“Iya…pelangi. Kakak pasti ga suka pelangi ya?Kakak tau ga kalau aku ini suka banget liat pelangi. Dulu waktu mataku masih berfungsi, aku sering nunggu  lukisan Tuhan itu setelah hujan gerimis. Mungkin bagi orang pelangi itu biasa saja tapi bagiku pelangi adalah sesuatu yang istimewa yang sayang untuk dilewatkan karena kehadirannya yang hanya sekejap. Pelangi adalah sebuah kesatuan warna warni indah yang kata Ibu, merupakan jalan tujuh bidadari untuk turun ke bumi untuk mengunjungi kita semua”.
Setelah kejadian itu aku tahu bahwa Lala sangat menyukai kehadiran pelangi. Jika hujan gerimis menyapa, ku luangkan waktuku untuk mengajak Lala berjalan-jalan ke sebuah danau dekat pemukimannya untuk menikmati aroma tanah setelah tersiram air hujan dan memandangi pelangi.
“Kakak….ada pelangi ya?” pertanyaan yang dilontarkan kepadaku suatu senja setelah hujan gerimis.
“Ada…..Maafin kakak ya Lala. Karena kecorobohan kakak kamu jadi gak bisa liat pelangi lagi. Sekali lagi maafin kakak”.
Aku tak kuasa menahan air mataku untuk menetes setelah mendapati kenyataan seorang gadis kecil tak bisa lagi menikmati keindahan pelangi karena kesalahanku. Tuhan….kenapa semua ini harus menimpaku. Aku tak tega melihat gadis kecil ini. Walaupun dengan keadaannya yang tak lagi bisa melihat tapi ia tetap bahagia.
“kakak ga perlu minta maaf. Ini bukan salahnya kakak. Walaupun aku ga bisa lihat pelangi lagi tapi aku bisa merasakan kehadirannya. Kedatangannya cukup membuatku bahagia. Aku bersyukur masih bisa merasakan kehadirannya”
Aku sungguh terharu, dan memeluk tubuh mungil yang sedang berdiri di depanku. Dia tetap bersyukur dengan kedaannya yang seperti itu, tidak sepertiku yang terpuruk setelah kepergian Mama dan Papa.
“Senja kini berganti malam
Menutup hati yang lelah
Dimana kah engkau berada
Aku tak tahu dimana”
Sebaris lagu menghantarkan tidur bidadari kecilku. Dia pasti sangat lelah setelah memandangi pelangi di danau itu.
Ku pandangi langit malam itu, ku mulai tersadar dan memikirkan sebuah keputusan besar yang harus ku tempuh. Keputusan yang harus aku jalani karena kesalahanku.
***
Semuanya terasa gelap setelah seorang suster menyuntikkan obat bius ke dalam tubuhku. Kini semua akan kujalani, akan ku lalui. Aku yakin ini keputusan yang bijaksana yang akan membuat bangga kedua orang tuaku di alam sana.
Aku bermimpi. Di mimpi itu aku bertemu dua orang berpakaian putih bersih dan melambaikan tangannya untukku. Menyapaku dengan lembut dan membelai lambutku dengan penuh kasih. Itu mereka kedua orang tuaku. Seperti dugaanku, mereka berkata kalau mereka bangga dengan keputusanku ini. Aku telah berubah menjadi gadis dewasa yang tak terpuruk lagi menghadapi kenyataan bukan lagi gadis manja yang selama ini dikenal orang tuaku.
Mimpi itu hanya sekejap mempertemukanku dengan dua orang yang sangat ku kasihi. Aku merindukan mereka.
***
“Kakak….mimpiku terwujud. Suatu malam aku berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan untuk melihat lukisanNya lagi dan kini semua itu nyata”
“Kamu senang?” tanyaku
“Senang banget…..terima ksih hadiah pelanginya ya kak”
“Iya…..kakak juga senang kalau kamu senang. Sampai kapanpun kamu akan bisa liat pelangi sepuasnya”.
Itulah aku yang selamanya hidup dalam gelapnya dunia. Tanpa melihat sekitar hanya mampu merasakan. Ku donorkan retina mataku setelah kupikirkan matang-matang keputusanku untuk memberi hadiah terindah untuk bidadariku tercinta. Hanya dia yang kumiliki kini. Ku harap pelangi-pelangi yang hadir setelah gerimis menyapa mampu sedikit menghilangkan perasaan bersalahku atas kesalahan-kesalahanku yang tak mesti dia tanggung.
Tuhan…..terima kasih telah menerangi jalanku.
Mama…..Papa…..Ku harap kalian bahagia di alam sana dan pergi dengan tenang. Kini aku ikhlas melepaskan kepergian kalian. Aku takkah kesepian lagi, seorang bidadari dan bianglalanya itu akan menemaniku sepanjang waktu.
Mata yang slalu memancarkan impian
Bagai bisa berbincang dengan kerlipan bintang
Karenanya ku takkan berpaling sekarang
Sepenuh hati….
Oh….Lalaku……
**********************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar